Kamis, 23 September 2021

TRY OUT 2 AKM

 Teks berikut untuk menjawab soal nomor 1 dan 2.

Menjadi pemasok hasil laut yang sukses sudah dicapainya. Mempunyai restoran juga sudah. Kini Susi bertekad dapat mengekspor hasil tangkapannya sendiri.

Tren dunia perikanan berubah tergantung nilainya. Dari ikan asin, ikan kalengan, kemudian berkembang lagi menjadi ikan beku. Ketika Susi awal mengekspor ikan beku, pada 1995-an, dia menyewa pabrik pertamanya di Sukabumi. Letaknya lumayan jauh karena di Pangandaran tidak ada pabrik.

Hingga kemudian, ada rekan dari Jepang dan Korea yang berjanji menjalin kerja sama dengannya. Berbekal belajar langsung dari pabrik yang selama ini menerima pasokan ikannya, Susi mulai merintis pabrik pengolahan ikan sendiri. Pada 1996 Susi menggunakan pekarangan samping rumahnya untuk membangun pabrik pengolahan ikan.

Namun, pengusaha yang awalnya berniat untuk bekerja sama tidak juga hadir. Padahal, uang telah habis untuk membangun pabrik. Akhirnya, Susi kembali menjadi pemain lokal dalam dunia perikanan. Sekitar setahun lamanya, tidak ada ikan yang diekspor. Meskipun uang dan modal habis, pabrik yang didirikan Susi berhasil dibangun.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Tanpa diduga, ada pengusaha Jepang yang mencari lobster dan tertarik dengan hasil laut milik Susi. Sangat disayangkan, saat itu modal sudah habis, jadi pesanan pengusaha Jepang tidak mungkin dapat dipenuhi.

Bisnis perikanan Susi bangkit ketika ada pengusaha Jepang yang ingin membuka Red Clause L/C atau pembayaran di muka. Uang sebesar 270 ribu dolar dari pengusaha Jepang digunakannya untuk memulai usahanya kembali.

Akhirnya, pada 13 Agustus 1997, Susi dapat mengekspor hasil lautnya. Ini adalah ekspor perdana Susi dari pabriknya di Pangandaran. Pabrik sengaja didirikan di Pangandaran yang dekat dengan daerah penangkapan agar semua ikannya segar.

Hasilnya pun luar biasa. Pada tahun yang sama, Susi berhasil menjadi bakul ikan yang dapat mengekspor lobster beku ke Jepang dengan label Susi Brand.

Pabrik pengolahan ikan yang dibangun Susi dapat dirasakan manfaatnya oleh penduduk sekitar. Lapangan pekerjaan baru bagi warga Pangandaran terbuka lebar. Banyak pekerjaan yang bisa dilakukan warga di pabrik, salah satunya menyiangi ikan. Tidak ada sampah produk dalam pabrik milik Susi. Bagian daging akan dibuat filet atau diolah menjadi bakso ikan, sedangkan limbahnya berupa tulang dan isi perut ikan dipisahkan untuk makan ternak di kebunnya. 

Dikutip dari: Achmad Farid, Kisah, Perjuangan, & Inspirasi Susi Pudjiastuti, Yogyakarta, Checklist, 2018

 

 Teks berikut untuk menjawab soal nomor 3.

Kalau libur kuliah, Arya lebih banyak membantu ayahnya mengurus biro perjalanan wisata. Bukan tamu domestik yang diurusnya, tetapi lebih banyak tamu Eropa. Sore itu, dia balik ke Kintamani karena memang ingin menemani aku mendaki Gunung Batur. "Harmoni, satu kata yang dapat menggambarkan Kintamani," gumamku.

 "Kok bisa?"

"Jelaslah. Ada gunung yang menjulang. Ada danau yang dalam. Semuanya lengkap. Semuanya menyatu. Itulah harmoni Kintamani."

"Harmoni itu muncul dari manusianya. Bukan dari alamnya," Arya menanggapiku.

 "Oh, pandangan kita berbeda. Berarti aku salah."

"Bukan salah. Hanya beda pandangan saja."'

Arya kemudian memaparkan tentang Tri Hita Karana. Tiga hubungan harmonis yang menciptakan kebahagiaan manusia. Ketiga hubungan itulah yang dijalani masyarakat Kintamani khususnya dan Bali pada umumnya.

"Kebahagiaan itu asalnya dari jagadhita dan moksa."

Arya menjelaskan ketiga hubungan tersebut, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta. Ketiganya direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya sekadar ucapan, melainkan perbuatan.

Dikutip dari: Andika Hendra, Indonesia Berkerabat, Yogyakarta, Laksana. 2017

 

Cerpen berikut untuk menjawab soal nomor 4 dan 5.

     Masih teringat jelas di benaknya, minggu yang lalu anaknya nomor dua dan nomor tiga, yang sedang duduk di kelas tiga dan kelas satu SMA menagih uang untuk biaya SPP. Belum lagi anak nomor satu yang kini sudah duduk di bangku kuliah sebuah perguruan tinggi di kota, senantiasa menanti kiriman wesel tiap bulannya.

    Memang, di masa-masa semesteran seperti itu, Pak Giman merasa dirinya kerepotan. Yang paling berat dirasakannya adalah biaya pendidikan untuk sekolah anak-anak. Padahal, berapalah gaji seorang guru SD seperti Pak Giman, untuk mengejar biaya pendidikan yang kian melangit? Lagi pula, istrinya tidak mempunyai pekerjaan tetap, kecuali membuka usaha jahitan kecil-kecilan, yang tentu saja asinya tidak terlalu diharapkan setiap harinya.

    Namun begitu, kehendak anak sulungnya dulu untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi tetap saja dikabulkan. Sebagai seorang guru, Pak Giman paham betul arti sebuah pendidikan bagi anak anaknya. Tentu, ia tak akan mewariskan pikirannya yang tua dan ketinggalan zaman itu kepada anaknya. Apalagi, dan ini tak pernah terbayangkan, untuk mewariskan harta kepada keturunannya. Selain karena memang tak punya, mewariskan harta sama sekali tak pernah masuk dalam hitungannya. Maka pendidikan memang harus dia utamakan.

    Sekarang, tinggal bagaimana caranya menarik dan mengulur uang yang jumlahnya mepet itu untuk mencukupi segala kebutuhan keluarga. Atau, bagaimana caranya merampingkan kebutuhan harian agar tidak melampaui jumlah uang yang tersedia. Toh, nyatanya kenaikan gaji yang diterimanya tidak sebanding dengan kenaikan harga barang-barang di luar sana.

    Pak Giman memandang istrinya, seorang wanita yang selalu setia, tidak pernah bersikap macam macam dan tidak pernah protes dalam berbagai keadaan. Seorang wanita yang tidak pernah berkeluh kesah dan menerima keadaan yang serba pas-pasan. Meski, sikap pasrah itu tidak lantas menyurutkan sikap ikhtiarnya. Pak Giman cukup puas dan bangga mendapatkan istri semacam itu. Gagasannya untuk membuka jahitan, meski kecil-kecilan, sedikit banyak terbukti cukup untuk menambal kebutuhan dan meringankan beban utangnya selama ini.

Dikutip dari: Hamdani M.W., "Wesel" dalam Romansa, Yogyakarta, Labuh, 2015

 

Cerpen berikut untuk menjawab soal nomor 6.

    "Bagaimana penduduk Klan Bulan mencuci piring, Selena?" Kosong ballik bertanya.

    “Kami menggunakan mesin pencuci otomatis. Teknologi pencuci dengan udara.

    “Tidak buruk. Tapi masih cukup lama mereka bisa menemukan alat masak yang bisa membersihkan sendiri, tidak perlu dicuci sama sekali. Atau piring dan sendok yang bisa sekaligus dimakan. Ramah lingkungan, tidak perlu dicuci, tanpa polusi."

    Aku termangu.

    “Tapi buat apa teknologi itu? Kita punya banyak waktu untuk mencuci piring-piring ini. Dan bagusnya. kita bisa mengobrol sambil mencuci, bukan? Sambil menikmati pemandangan." Kosong menunjuk bingkai jendela dapurnya. Saat ini pagi hari, langit terlihat jingga. Awan berarak, berwarna kemerah-merahan.

    "Kamu tahu, Selena, semakin maju teknologi, memang semakin banyak waktu yang dihemat manusia, tapi kualitas hidup mereka justru menurun. Waktu dan kemudahan hanya digunakan untuk hal sia-sia, memelototi gadget di tangan. Bukankah begitu yang terjadi di Klan Bulan? Bukankah kamu sudah mempelajari 'Masalah Sosial'?"

    Aku mengangguk perlahan. Masuk akal.

Dikutip dari: Tere Liye, Nebula, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2020

 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 7 dan 8.

Hadirnya Petani Milenial Mampu Membuka Lapangan Pekerjaan Baru

    Zaman modern seperti sekarang ini, petani milenial sangat dibutuhkan untuk kemajuan pertanian pada masa yang akan datang. Kemajuan petani pada zaman modern bertumpu pada generasi muda yang memiliki inovasi dan gagasan kreatif sehingga bermanfaat bagi keberlangsungan pertanian. Beberapa petani milenial sukses yang cocok dijadikan contoh untuk mewujudkan gerakan "Let's be young Agripreneur!" sebagai berikut.

1.Sandi Octa Susila

Sandi Octa Susila merupakan duta petani milenial dari Kementerian Pertanian. Pada usia 27 tahun, ia telah mengelola 120 hektare tanah pertanian. Sandi dengan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini telah menjadi penggerak 373 petani dan memiliki lahan pribadi dengan membawahi 50 karyawan. Hasil pertanian dari lahan tersebut membantu Sandi secara bertahap meraup omzet Rp500-Rp800 juta per bulan.

2. Agitya Kristantoko

Agitya Kristantoko atau biasa dipanggil Mas Tyo, anak muda asal Bojonegoro, Jawa Timur. Tyo sukses mengembangkan usaha tani dengan memanfaatkan teknologi digital sebagai alat pemasaran. Tyo adalah pemilik "Omah Menyok" Gading dan tempat pelatihan sekaligus agrowisata edukasi kuliner Omah Menyok di Jawa Timur. Saat ini Tyo telah memproduksi 155 jenis olahan hasil dari singkong, seperti rengginang singkong, keripik singkong, dan olahan makanan ringan lainnya. Merek dagang camilan singkongnya "Gading" sudah dipatenkan dan dipasarkan di galeri produk olahannya, toko swalayan, pusat perbelanjaan, dan marketplace.

3. Shofyan Adi Cahyono

Shofyan, pemuda asal Semarang. Ia merupakan ketua Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Citra Muda dan pendiri P.O Sayur Organik Merbabu (SOM). Selain itu, Shofyan menjalani profesi sebagai konsultan pertanian, fasilitator, dan asesor pertanian organik di Lembaga Sertifikasi Profesi Pertanian Organik (LSPPO) Jakarta. Bisnis jualan sayur organik yang dimulainya. pada 2014 dengan P.O Sayur Organik Merbabu (SOM) sudah memasarkan 50 jenis sayuran organik ke sejumlah daerah di Pulau Jawa hingga Kalimantan.

4. Agus Ali Nurdin

Agus adalah alumnus S1 Agronomi IPB yang pernah merasakan program magang Kementerian Pertanian ke Jepang. Bekal magang tersebut dimanfaatkan untuk menggerakkan ratusan petani di Cipanas, Cianjur. Saat ini, Agus mampu menyuplai sayur ke berbagai outlet, mal, dan restoran Jepang yang ada di Jakarta. Agus dan beberapa temannya dari Ikamaja (Ikatan Magang Jepang) memutuskan untuk bertani. Kini Agus telah mempekerjakan kurang lebih 500 petani.

Sumber: "Petani Milenial Beromzet Ratusan Juta Per Bulan". https://m.co.id/akonomi913383/petani-milenial-beromzet-ratusan-juta-perbulanten source=news_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General Campaign,

 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 9.

Kisah Sukses Bu Suriyah Bertahan di Tengah Pandemi

Pemerintah telah mengambil langkah untuk membatasi kegiatan masyarakat melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar mencegah penyebaran virus corona. Kondisi ini berdampak pada melambatnya roda perekonomian masyarakat. Menurunnya kegiatan ekonomi akibat perbatasan aktivitas di luar rumah sangat dirasakan oleh masyarakat kelas bawah, termasuk pedagang kecil. Banyak warung yang terpaksa tutup karena tidak ada pembeli yang datang. Oleh karena itu, banyak pedagang kecil memilih untuk tidak berjualan daripada rugi.

Meskipun demikian, tidak semua pedagang kecil merasakan dampak negatif dari pandemi Covid-19. Ada pedagang kecil yang ternyata masih mampu bertahan. Contohnya, warung makan lauk sambal Bude Ndut yang ada di Jalan Haji Muala, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Warung makan milik Bu Suriyah ini tetap laris di tengah pandemi. Bahkan, omzetnya meningkat 30%. Masakan yang ada di warung lauk sambal Bude Ndut sebenarnya tidak jauh berbeda dengan warung makan lainnya meskipun ada menu andalan, seperti sambal udang dan sambal cumi.

Kunci keberhasilan Bu Suriyah mempertahankan usahanya tersebut disebabkan kejeliannya memanfaatkan perkembangan teknologi. Meskipun hanya sekelas warteg, warung lauk sambal Bude Ndut telah melakukan penjualan secara daring dan rajin mempromosikan jualannya melalui media sosial. Jadi, meskipun para pelanggannya tidak dapat ke luar rumah, Bu Suriyah tetap mampu memenuhi kebutuhan mereka melalui pemesanan secara daring. Untuk mendukung penjualan daring tersebut. Bu Suriyah memanfaatkan aplikasi dompet digital sebagai metode pembayaran. Dia mengakui bahwa kehadiran dompet digital makin memudahkan dalam melakukan transaksi nontunai pada masa pandemi.

Sumber: "Kisah Sukses Ibu Surlyah Bertahan di Tengah Pandemi Lewat Pemanfaatan Teknologi Digital". https://www.jpnn.com/news/kisah-sukses ibu-suriyah-bertahan-di-tengah-pandemi-lewat-pemanfaatan-teknologi-digital?page=2, diakses 30 Oktober 2020

 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 10—12.

Data Sebaran Penduduk Miskin di Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2020, terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan periode September 2019. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin saat ini tercatat sebanyak 26,42 juta orang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebagian besar penduduk miskin berada di Pulau Jawa dengan jumlah 14,05 juta jiwa. Adapun jumlah penduduk miskin terendah terdapat di Pulau Kalimantan sebanyak 969.640. Penduduk miskin di Pulau Sumatra 5,84 juta, Ball dan Nusa Tenggara 2,03 juta, Sulawesi 2 juta, serta Maluku dan Papua 1,52 juta. Dengan demikian, total penduduk miskin pada Maret 2020 berjumlah 26,42 juta jiwa.

Penduduk yang masuk kategori miskin adalah penduduk dengan pengeluaran rumah tangga per bulan di bawah garis kemiskinan. Secara rata-rata, garis kemiskinan per rumah tangga pada Maret 2020 sebesar Rp2,12 juta per bulan, naik sebesar 5,01% dibandingkan September 2019 yang hanya sebesar Rp2,02 juta. Garis kemiskinan per rumah tangga merupakan nilai rata-rata rupiah minimum yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya agar tidak dikategorikan miskin. Selain jumlah dan persentase atau angka kemiskinan, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kedalaman dan keparahan dari kemiskinan di tiap-tiap wilayah. Dengan memperhatikan kondisi tersebut akan memudahkan Pemerintah menentukan kebijakan untuk menekan angka penduduk miskin. Berikut jumlah dan persentase penduduk miskin terbanyak berdasarkan provinsi per Maret 2020.

No.

Provinsi

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Persentase%

1.

Jawa Timur

4,42 Juta

11,09

2.

Jawa Tengah

3,98 Juta

11,41

3.

Jawa Barat

3,92 Juta

7,9

4.

Sumatra Utara

1,28 Juta

8,75

5.

Nusa Tenggara Timur/NTT

1,15 Juta

20,90

 Sementara itu, provinsi dengan jumlah dan persentase penduduk miskin terendah per Maret 2020 sebagai berikut.

No.

Provinsi

Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)

Persentase%

1.

Kalimantan Utara

51.970

6,8

2.

Kepualauan Bangka Belitung

68.390

4,53

3.

Maluku Utara

86.370

6,78

4.

Kepulauan Riau

131.970

5,92

5.

Kalimantan Tengah

132.940

4,82

Sumber: "Lima Provinsi di Indonesia dengan Penduduk Miskin Terbanyak, Mana Saja?, https://money.kompas.com/read/2020/07/16/073200126/ lima-provinsi-di-indonesia-dengan-penduduk-miskin terbanyak mana-saja-7page-all, diakses 2 November 2020

 

 Teks berikut untuk menjawab soal nomor 13.


 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 14.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pengembangan Ekonomi Pertanian dan Pengentasan Masyarakat Miskin

Studi di beberapa negara berkembang mengonfirmasi bahwa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berperan membantu petani dalam pengambilan keputusan. Keputusan tersebut berkaitan dengan waktu penanaman dan panen yang merupakan faktor penting dalam pembangunan pertanian. Dalam hal ini, TIK memberdayakan petani melalui kegiatan produktif dan pemasaran serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga mengurangi status kemiskinan. Layanan TIK yang terjangkau dalam masyarakat perdesaan berperan penting dalam meningkatkan perekonomian penduduk yang berkontribusi pada ekonomi perdesaan.

Melalui radio, televisi, dan telepon, petani memiliki banyak kesempatan untuk mengakses informasi pembangunan berkaitan dengan kegiatan mata pencaharian mereka. TIK mungkin menjadi solusi untuk masalah mengakses berbagai sumber informasi yang terjangkau, relevan, dan dapat diandalkan petani Dengan demikian, TIK memiliki potensi menjadi sarana pendukung yang efektif dalam pengentasan masyarakat miskin. Dalam pemanfaatan TIK untuk pengentasan masyarakat miskin lebih efektif ketika disinkronkan dengan kebijakan dan sumber daya lain. Sebagai contoh, lingkungan yang kondusif mencakup kebebasan berekspresi, pasar kompetitif, peraturan yang adil, dana layanan umum, dan elemen lainnya.

Di Indonesia, pemanfaatan TIK (televisi, radio, dan media internet) dalam pemenuhan informasi bagi rumah tangga usaha pertanian di kawasan perdesaan masih relatif sedikit. TIK belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan usaha pertanian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan rumah tangga usaha pertanian dan akses informasi terhadap media internet. Untuk mengatasi kesenjangan informasi bagi rumah tangga atau masyarakat khususnya di desa yang wilayahnya berbukit bukit diperlukan sebuah strategi. Strategi tersebut yaitu mengefektifkan petugas penyuluh lapangan, mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi dalam rangka penguatan sinyal telekomunikasi, serta memberikan dukungan secara terus-menerus kepada petani perdesaan dan usaha pertanian. Selain itu, pemerintah mengembangkan program yang menciptakan kesadaran akan manfaat TIK dan menyadarkan masyarakat tentang cara terbaik dalam memanfaatkan fasilitas TIK yang mereka miliki.

 

 Gambar berikut untuk menjawab soal nomor 15.

 

  

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 16-18.

GEDUNG PERTUNJUKAN

Dalam suatu gedung pertunjukan terdapat 9 baris kursi. Pada baris pertama terdapat 8 kursi, baris kedua terdapat 12 kursi, baris ketiga 11 kursi, baris keempat terdapat 15 kursi, baris kelima 14 kursi, dan seterusnya mengikuti pola yang sama.


 

 Teks berikut untuk menjawab soal nomor 19.

 MIGRASI BURUNG

Migrasi burung merupakan pergerakan populasi burung yang terjadi pada waktu tertentu setiap tahun dari tempat berbiak menuju tempat mencari makan selama iklim di tempat berbiaknya itu tidak memungkinkan. Tidak kurang dari 60 jenis raptor setiap tahunnya bermigrasi ke Asia Tenggara, 19 diantaranya ke Indonesia sebelum akhirnya kembali ke habitat berbiaknya. Seorang peneliti migrasi burung mencatat pergerakan burung sebagai berikut:


Total barisan burung yang bermigrasi masuk dan keluar tetap sama yaitu 12 barisan. Burung yang bermigrasi masuk ke Indonesia mengikuti pola formasi berikut:

  • ·         Barisan pertama terdiri dari satu ekor burung
  • ·         Barisan kedua terdiri dari lima ekor  burung
  • ·         Barisan ketiga terdiri dari sembilan ekor  burung
  • ·         Dan seterusnya hingga ada 12 barisan

Setelah 3 bulan, burung akan bermigrasi keluar dengan pola formasi sebagai berikut:

  • ·         Barisan pertama terdiri dari tiga ekor burung
  • ·         Barisan kedua terdiri dari tujuh ekor  burung
  • ·         Barisan ketiga terdiri dari sebelas ekor  burung
  • ·         Dan seterusnya hingga ada 12 barisan

 

Gambar berikut untuk menjawab soal nomor 20.

Gambar berikut merupakan sebuah roda putar yang dibagi menjadi 24 bagian.


 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 21-23.

 

 

Pohon-pohon melepaskan air melalui daun-daunnya yang disebut transpirasi. Fakta iklim yang mempengaruhi transparasi adalah intensitas penyinaran matahari, tekanan uap air di udara, suhu, dan kecepatan angin. Transpirasi dari tubuh tanman pada siang hari akan melebihi evaporasi dari permukaan air atau permukaan tanah. Sebaliknya pada malam hari lebih sedikit dan bahkan tidak ada transpirasi. Tebl di bawah ini menunjukkan kecepatan rata-rata air yang terlepas dari daun-daun pohon di sebuah taman pinggiran kota.

Pohon

Kecepatan rata-rata air yang terlepas setiap hari dalam miligram per sentimeter persegi

Grindelia

29

Bottlebrush

33

Oak

42

Sycamore

38

Sumber: Ensiklopedia Matematika seri Lingkungan

 

Teks berikut untuk menjawab soal nomor 24-26.

Diagram di bawah ini menunjukkan keadaan ketenagakerjaan Indonesia pada Agustus 2015 sampai dengan Agustus 2019:

Menurut Badan Pusat Statistik yang dimaksud dengan pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan. Menurut Uundang-Undang Tenaga Kerja tahun 2003 No.13 angkatan kerja adalah yang berusia antara 15-64 tahun. Diagram garis menunjukkan rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka laki-laki dan perempuang dari Agustus 2015 s.d Agustus 2019.

 

Tabel berikut untuk menjawab soal nomor 27-28.

 

 

Gambar berikut untuk menjawab soal nomor 29-30.